Selasa, 26 Mei 2009

AL-AZHAR, Sebuah Miniatur Surga

Selalu ada cerita tentangmu. Tentangmu yang mengajarkanku hingga detik ini akan makna hidup hakiki. Bahwa hidup butuh perjuangan dan pengorbanan, hidup tak mengenal kata menyerah apalagi lemah. Biarlah lemah mengajarkanku sampai lelah agar diriku dapat mengerti tentang sebuah kenikmatan abadi.
Ya itulah dirimu. Yang membuatku selalu tersenyum pabila mengenangmu. Mengenang kepingan mozaik, saat pertama menginjakkan kaki di atas tanahmu. Aku tertegun, apakah ini nyata atau hanya khayalanku belaka?.

Ini nyata, kau telah berada disini, di tempat yang kelak akan mengantarkan kebahagiaan untukmu. Ungkapan di bawah alam sadarku, seolah-olah ingin meyakinkan bahwa aku tak salah pilih, tak salah jalan apalagi salah melangkah.
Warnamu yang hijau bak rerumputan tertetes embun pagi yang menawan selalu mengundang decak kagum setiap mata yang menatap. Mata orang-orang mukmin yang rindu tontonan segar nan Islami di tengah-tengah peradaban manusia yang mulai terkikis tirani, kediktatoran, sekuler, emansipasi, hedonis, individualis dan apalah namanya.
Tiba-tiba kau hadir dengan sebuah pencerahan paling tidak terhadap bangsa ini. Membawa satu ideologi yang mungkin telah dilupakan oleh sebagian orang. Sebuah ideologi yang dengan tegas menyatakan bahwa Islam adalah agama Syamil (agama sempurna). Agama yang memperhatikan segala aspek kehidupan mulai dari perdagangan sampai masalah warisan. Bukankah bangsa ini butuh sebuah narasi besar?. narasi yang akan mengantarkan Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan yang berlandaskan syari’at Islam. Itulah cita- cita tertinggi yang kau tiupkan pada ruh-ruh kami. Ruh pemuda yang rindu akan kesejatian cinta Ilahi agar mengejewantah sempurna dalam aliran darah kami.
Tahukah kau, ada pepatah yang mengatakan “first love never die”, sepertinya itu pas buatku. Saat pertama datang ke tempatmu yang menurutku biasa-biasa saja namun ada suatu kesejukan yang kau sajikan, seakan membelai lembut yang membuatku jatuh cinta bak api menyala-nyala tak terpadamkan oleh derasnya air maupun hembusan angin.

Penulis: Isnaeni Ramla Asri ( Ekonomi Islam '06)

1 komentar:

  1. pengunjung tetap26 Mei 2009 pukul 03.59

    kampus hijau, yang banyak kenangan indah


    menyandarkan diri ke pilar
    langit pun menggelegar
    aku tak paham, mengapa layang-layang yang sobek itu
    masih kuasa menjatuhkan bintang

    titik dimana aku harus berdiri
    ternyata pusat semesta
    bahkan tangga ke syurga akan tegak di tempat ini
    memang aku terlambat tahu
    hingga jasad terasa hanyalah kelopak duka

    tapi aku masih punya sisa gerak
    meski bergerak mungkin bernilai dosa
    nyawa pun terasa kental tiba-tiba
    sesaat heningmu yang kencana
    meranggaskan waswas yang lebat bunga

    BalasHapus